Kejayaan Pabrik Tenun Garut, Terkubur di Balik Megahnya “Ramayana”

Kini, cukup sulit mencari bukti peninggalan sejarah di Garut. Banyak bukti fisik seperti bangunan yang sudah alih fungsi seiring dengan perkembangan kehidupan perkotaan. Pabrik Tenun Garut adalah salah satu bukti hilangnya bentuk sejarah secara fisik.

Perkotaan Garut berganti wajah. Deretan pertokoan modern, bertebar di semua sudut keramaian. Kemacetan lalulintas kendaraan pun, tergelar bagai lukisan benang kusut yang menyesakkan pandang. Pemandangan rutin yang melukai tata kota, tidak lagi sebatas kawasan jantung kota di sepanjang Jl. Jend A Yani, namun melebar ke lintasan Jl. Guntur. Program pelebaran sayap perkotaan ke sebelah utara, yang digencarkan tahun 1987, kini menuai problema baru.

Luapan arus lalulintas acapkali menyumbat bentangan Jl. Guntur sebagai muara Jl. Pramuka, yang bersambut kemacetan di seputar bundaran Jl. Guntur ke arah kawasan Ciawitali. Kondisi seperti itu, memang dinamika yang tak bisa ditawar-tawar lagi untuk segera disikapi. Dalam kekinian, sentra keramaian perkotaan tidak lagi bertumpu pada satu titik (Jl. Jend A Yani).  Terlebih, setelah pertokoan megah Mall “Ramayana”, tergelar di Jl. Guntur menuju ke simpang Leuwidaun.

Kawasan itu sebagai potret baru, yang menerbitkan problema perkotaan Garut. Terpicu lagi dengan keberadaan lokasi Mall “Ramayana” dan luapan keramaian di areal pertokoan IBC (“Intan Bisnis Center”), yang memupus kerindangan mess PTG (Pabrik Tenun Garut) di Jl. Guntur dan Jl. Pramuka. Sirna tanpa sisa. “Waraas sareng sedih upami emut ka jaman PTG! Di situ masa kecil saya” kenang Ny Yayu Rahayu di Jakarta –  Seorang Ibu muda puteri (alm) H Sumiarwan, seorang mantan petinggi PTG (Pabrik Tenun Garut).

 

Sejarah Tentang Pabrik Tenun Garut

Pabrik Tenun Garut - 014 Weefplaats Van De Preanger Bontweverij te Garoet KITLV

Pabrik Tenun Garut – 014 Weefplaats Van De Preanger Bontweverij te Garoet KITLV (Naratas Garoet)

Tak banyak lagi diingat orang, jika bangunan megah Mall “Ramayana” yang jadi magnetis keramaian di Jl. Guntur, berdiri di atas reruntuhan areal pabrik tenun legendaris Garut. Apapun kenyataan lain kini, namun masa kejayaan panjang PTG (Pabrik Tenun Garut), tidak akan terpupus dalam lintasan sejarah daerah, karena reputasi pabrik tenun itu pernah berperan menggosok pamor Garut. Di situ, pabrik tekstil dengan ikon produksi kain sarung “Tjap Padi” berlokasi.

Bagunan pabrik seluas 3,5 ha terhampar memanjang di Jl. Guntur, yang berdiri di atas lahan 10,5 ha. Sebagian lokasi pabrik pun menyeberangi alur Sungai Cimanuk pembelah kota Garut,, yang terhubung dengan bentangan jembatan di dalam areal pabrik. Setiap hari kerja, bunyi lengkingan sirene dari cerobong asap dapur pabrik itu, terdengar hingga radius 10 km. Pabrik tenun peninggalan Belanda yang didirikan pada 8 Juni 1933 itu, semula dikenal bernama NV PBW (“Preanger Bond Wevery”) dengan kepemimpinan G Dalenoord.

Setelah pernah dipimpin K Abe J Matsumoto dari Jepang, yang melebur PBW jadi GSK (“Garoet Syokoho Kozyo”), tahun 1941 pabrik itu kembali ke tangan Belanda. Direntang 18 tahun, PBW mulai jadi milik pemerintah RI. Sejak 14 September 1964, PBW lalu berganti nama PTG “Ampera I” Garut, sebagai perusahaan daerah milik Pemprov Jawa Barat. Kelangsungan pabrik tenun itu pernah terpandang, hingga bergelar “Raksasa Tekstil” Asia Tenggara (1962).

 

Kejayaan Hingga Memudarnya Pabrik Tenun Garut

Alat Mesin Tenun - Collectie Tropenmuseum Bontweverij Beefzaal Garoet Preanger TMNR 10014348 Naratas Garouet)

Alat Mesin Tenun – Collectie Tropenmuseum Bontweverij Beefzaal Garoet Preanger TMNR 10014348 (Naratas Garouet)

Sungguh membanggakan! Pamor PTG berkilau dalam dunia industri tenun di Tanah Air. Dengan tingginya kapasitas produksi unggulan berupa kain sarung “Cap Padi,” dan kain handuk, memiliki kekuatan pasar yang mampu menembus Saudi Arabia. Tidak kurang dari 10% warga Garut pun, terserap sebagai tenaga kerja di pabrik tenun itu. Masa kejayaan PTG dijadikan pertaruhan hidup bagi sebagian warga setempat. Namun, tiada kejayaan tanpa batas!

Dalam era 1970-an, pamor pabrik itu mulai memudar. Kondisi itu menggejala di tahun 1974, dengan penyusutan kapasitas produksi mingguan hanya 35.000 potong kain sarung, 10.000 handuk dan 6.000 meter kain kerja. Di era1980-an, kehancuran mulai menghantui kelangsungan PTG. Bahkan, PTG sebagai unit kerja PD “Kerta Paditex” Jawa Barat, dinilai tidak mampu lagi untuk mencapai misinya dalam menambah sumber pendapatan Pemprov Jawa Barat..

Tragis! PTG bangkrut. Dalam tahun 1985 pabrik tenun itu tak bisa memaksakan lagi berproduksi, karena harga pokok lebih tinggi dari harga jual. Faktor ketuaan perangkat alat mesin tenun, menciutkan kemampuan produksi. Jumlah pegawai dirampingkan. “Waktu itu tersisa 380 dari 2.500 karyawan!  300 pegawai pabrik, 40 sekretariat direksi, dan 40 pegawai Inpema (Induk Pencelupan Majalaya) di Bandung” begitu pernah diungkap Kabag Personalia PTG, (alm) H Sumiarwan.

Kondisi itu kian memburuk. Sebanyak 90% ATM (Alat Tenun Mesin), dan mesin handuk dijual. ATM yang semula 1.177 buah, tersisa 202 buah. Rumah dinas direktur di seberang pabrik dan bangunan gudang, dikontrakan ke perusahaan swasta. Namun, penjualan asset perusahaan sebagai solusi untuk pengadaan mesin tenun baru., tak pernah bisa mencukupi kebutuhan. Itu makin ditebalkan lagi dengan banyak beban, yang harus ditanggung PTG.

Napas perusahaan yang sesak, harus ditindih kewajiban membayar pesangon penghentian karyawan, pembayaran rekening listrik, telepon, dan PDAM yang sekian lama tak difungsikan. Penanggungan biaya mubazir itu, semula sebagai siasat menghindari pembayaran pasang listrik baru, yang dimungkinkan lebih tinggi. Untuk meringankan beban perusahaan, tahun 1982 daya listrik pun diturunkan dari 840 KVA jadi 520 KVA.

 

Pabrik Tenun Garut Semakin Meredup

Kondisi PTG  sang legenda pabrik tekstil Indonesia di Garut, makin memburuk tahun 1986. Kelangsungan pabrik itu hanya dipertaruhkan pada hasil penjualan asset perusahaan. Rumah dinas di Ciumbuleuit Bandung, jadi tumbal penutup utang ke BNI. Langkah itu ditempuh sebagai upaya menyehatkan PTG, untuk bekerjasama dengan pihak ketiga dari Korea. Pabrik ini melayani pula usaha “makloon” pembuatan kain dari Majalaya, Bandung.

Namun, pencapaian produksi hanya mampu 12.000 hingga 13.000 meter dari target order 15.000 meter setiap minggu. PTG pun harus kembali merugi. Nasib kelangsungan PTG, diperaruhkan pula dengan rencana menggandeng pihak Hongaria. Pabrik ini disiapkan untuk memproses keseluruhan produksi, sejak pembuatan benang hingga membuat pakaian jadi, untuk dipasarkan di kawasan Hongaria. Kenyataannya, penantian panjang itu menepi pada petaka!

Masa gemilang pabrik penghasil tekstil terbesar di dataran Asia Tenggara itu selesai, terkubur putaran zaman. Di tengah gelombang persaingan yang makin menajam, tingkat permodalan pun menyusut tergerus bermacam resesi. Tamat sudah riwayat klasik pabrik penghasil kain sarung Cap Padi itu. Kejayaan pabrik tenun legendaris, jadi nyanyian sendu Pemprov Jawa Barat. Gemuruh klasik mesin tenun di balik benteng tembok pabriknya, sirna berganti keramaian lain.

 

Pada Akhirnya Pabrik Tenun Garut Tinggal Cerita
Ramayana Garut Jawa Barat Bekas Pabrik Tenun Garut

Foto aerial pertokoan Anarto Mall, IBC, Sungai Cimanuk dan Ramayana Garut Jawa Barat Bekas Pabrik Tenun Garut (PTG). Foto oleh Awr Marendradika

Legenda pertekstilan Indonesia PD “Kerta Paditex” unit PTG di Garut, tinggal cerita kebanggaan yang terlupakan. Areal lokasi pabriknya di Jl. Guntur yang berbatas Jl. Cimanuk (Leuwidaun), berganti wajah jadi pertokoan “Ramayana”.

Tiada lagi hamparan luas dan nyaman depan rumah dinas PTG, yang tergelar di seberang pabrik tenun itu. Pepohonan rimbun yang merindangi jajaran mess PTG di Jl. Pramuka, sejak batas pintu lintasan rel kereta api Garut – Cikajang (gerbang Pasar Mawar – Mandalagiri) hingga simpang Jl. Guntur, kini tersapu deretan pertokoan IBC (“Intan Bisnis Center”). Di sana tergelar suasana baru, kegersangan dengan hiruk-pikuk keramaian di utara perkotaan Garut.

Garut mengembang, Garut menantang!  Terlepas dari problematik jantung kota yang tengah terluka parah, laju perkembangan Kota Garut menuntut prioritas kebijakan pemerintah daerah untuk meladeni tantangan kemajuan roda zaman. Di balik dinamika pembangunan Garut, kemegahan Mall “Ramayana” jadi saksi bisu dari riwayat keemasan PTG yang tersembunyi.  Kain sarung “Capi Padi” produksi pabrik tenun itu, jadi legenda tekstil tiada duanya ***

 



**Artikel ini ditulis oleh kontributor yang dimana isi nya merupakan tanggung jawab penulis sepenuhnya.

Penulis: Rendy Hariyussani (@rendyhariyussani)

Sumber: Yoyo Dasriyo / Wartawan senior di Garut

Penyunting: Rury (@rurydermawan)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

Pin It on Pinterest

Shares
Share This